Diduga Pingin Naik Gaji, Para Hakim Rencanakan Cuti Massal, Jenis Cuti terbaru Pengganti Unras Damai
Cuti adalah hak bagi karyawan untuk tidak masuk bekerja dengan alasan ingin beristirahat atau keterangan lainnya. Oleh karena berupa hak karyawan, pemberi kerja wajib menyediakan cuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan perjanjian kerja.
Setiap pemberi kerja menyediakan jatah cuti yang berbeda tergantung kebijakan masing-masing. Namun, cuti juga bisa diajukan oleh karyawan apabila menghadapi situasi tertentu yang menghalangi mereka untuk bekerja.
Pada umumnya, ada dua kategori cuti yang berlaku, yaitu cuti berbayar (paid leave) dan cuti tidak berbayar (unpaid leave). Cuti berbayar artinya karyawan tetap menerima gaji penuh atau tidak ada potongan gaji meskipun mengambil cuti.
Jenis cuti yang masuk ke dalam kategori ini adalah cuti tahunan, cuti sakit, cuti menikah, dan cuti berduka. Sedangkan cuti tidak berbayar artinya karyawan mendapatkan izin tidak bekerja karena alasan atau kondisi tertentu dan tidak menerima gaji.
Biasanya, cuti tidak berbayar diberikan ketika kuota cuti berbayar sudah habis. Karyawan masih bisa menyelesaikan urusannya meski tidak menerima gaji selama periode cuti tersebut.
Ketentuan Cuti menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Di Indonesia, regulasi tentang cuti karyawan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Pasal 79 ayat 1 menyatakan bahwa pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada karyawan.
Walaupun Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) sudah diberlakukan sejak tahun 2020, peraturan mengenai cuti masih mengikuti UU Ketenagakerjaan.
Jenis-jenis Cuti sesuai Aturan Ketenagakerjaan.
Setelah memahami tentang pengertian cuti dan aturan yang memberlakukannya, berbagai jenis cuti yang diberlakukan di tempat kerja.
1. Cuti Sakit
2. Cuti Tahunan
3. Cuti Hari Libur Nasional
4. Cuti Hari Besar Keagamaan
5. Cuti Hamil dan Cuti Melahirkan
6. Cuti Ayah
7. Cuti Berduka (Anggota Keluarga Meninggal)
8. Cuti Kompensasi atau Pengganti
9. Cuti Istirahat Panjang
10. Cuti Pendidikan
11. Cuti Haid
12. Cuti di Luar Tanggungan Negara
13. Cuti Alasan Penting.
Selain beberapa jenis cuti di atas, ada juga cuti yang diberikan dengan alasan penting. Jenis cuti ini diatur dalam Pasal 93 ayat 2 dan 4 UU Ketenagakerjaan. Berbagai alasan penting yang disebutkan melingkupi:
– Menikah: mendapatkan cuti selama 3 hari.
– Menikahkan, mengkhitankan, atau membaptis anak anak: mendapatkan cuti selama 2 hari.
Rencana Cuti para Hakim diseluruh Instansi Pengadilan.
Mengenai Rencana Cuti para Hakim diseluruh Instansi Pengadilan dibawah Mahkamah Agung, Pimpinan Mahkamah Agung (MA) akan menerima perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia guna menindaklanjuti rencana cuti massal menuntut kesejahteraan gaji pada Senin, 7 Oktober 2024 mendatang. Pertemuan tersebut merespons permintaan audiensi yang telah dilayangkan sebelumnya.
“Pimpinan MA berencana akan menerima perwakilan mereka. Bahkan, bila memungkinkan mereka akan diterima bersama dengan Komisi Yudisial RI, syukur-syukur jika ada dari Kemenkeu dan Bappenas serta Kemenkumham dapat berdialog dengan perwakilan mereka,” ujar Juru Bicara MA Suharto melalui keterangan tertulis, Kamis (3/10).
“Rencana pertemuan itu akan diadakan Senin tanggal 7 Oktober pukul 13.00 WIB,” sambungnya. Suharto menyatakan pada prinsipnya cuti merupakan hak pegawai negeri yang dapat diambil, sepanjang itu masih ada. Ia menjelaskan terdapat prosedur hingga persetujuan dari atasan masing-masing.
“Kapan hak cuti itu dipakai atau digunakan tanggalnya ditentukan yang bersangkutan yang mengambil cuti. Sedangkan atasan mempertimbangkan beban pekerjaan selama ditinggal cuti,” jelasnya. “Selama tupoksi pengadilan tidak terganggu, artinya persidangan dijadwalkan setelah cuti dan tahanan tidak keluar demi hukum karena adanya cuti, biasanya permohonannya disetujui,” sambungnya.
Pimpinan MA, menekankan cuti yang hendak diambil harus dipastikan tidak mengganggu proses pelaksanaan persidangan. “Yang paling tahu atasan yang memberi persetujuan cuti. Tapi, dengan ketentuan persidangan tidak terganggu, maka insyaallah pelayanan pengadilan di berbagai tingkatan tetap berjalan seperti biasa. Memang ini bukan mogok, tapi cuti,” ungkap dia.
Rencana cuti massal hakim juga telah mendapat respons dari Komisi Yudisial (KY) yang telah menindaklanjutinya dengan bertemu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Jumat, 27 September 2024.
Pertemuan itu membahas gaji, pensiun, tunjangan hakim, tunjangan kemahalan, rumah dinas, transportasi, jaminan kesehatan dan pendidikan anak di lokasi hakim ditempatkan.
KY mengaku akan menginisiasi forum pertemuan antara KY, MA, Bappenas, dan Kemenkeu sebagai komitmen bersama untuk menindaklanjuti permintaan para hakim.
Sebelumnya, ribuan hakim merencanakan cuti massal pada 7-11 Oktober 2024. Gerakan itu menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim melalui gaji dan tunjangan yang disebut tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid menjelaskan gerakan tersebut sebagai bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
“Gerakan cuti bersama hakim se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024,” jelasFauzan dalam keterangan, Jumat (27/9).
Lebih lanjut Fauzan menganggap ketidakmampuan pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan hakim tersebut sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.
Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim menurutnya rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Apalagi, MA telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
“Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak,” ucap Fauzan.
Gerakan Cuti Massal Hakim Buntut Gaji Tak Naik 12 Tahun.
Sebuah gerakan cuti massal hakim dari berbagai daerah di Indonesia muncul. Ribuan hakim disebut akan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024. Dalam keterangan tertulis yang diterima, gerakan ini menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para hakim melalui gaji dan tunjangan yang disebut tidak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid mengatakan gerakan tersebut sebagai bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
“Gerakan cuti bersama hakim se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024,” kata Fauzan dalam keterangan, Jumat (27/9).
Fauzan menganggap ketidakmampuan pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan hakim tersebut sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.
Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim menurutnya rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Apalagi, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
“Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak,” kata dia.
Selain menuntut Presiden untuk segera merevisi PP Nomor 94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung untuk menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim sesuai dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim.
Fauzan juga membeberkan poin lain yang menjadi tuntutan hakim di seluruh Indonesia kepada pemerintah.
Pertama, mendesak pemerintah untuk menyusun peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, mengingat banyaknya insiden kekerasan yang menimpa hakim di berbagai wilayah pengadilan.
Jaminan keamanan itu menurut Fauzan penting untuk memastikan bahwa hakim dapat menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman.
Kedua, mereka juga mendesak pemerintah untuk mendukung Mahkamah Agung RI dan PP IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) untuk berperan aktif dalam mendorong revisi PP Nomor 94 tahun 2012, dan memastikan bahwa suara seluruh hakim di Indonesia didengar dan diperjuangkan.
Ketiga, mereka juga mendorong PP IKAHI untuk memperjuangkan RUU Jabatan Hakim agar kembali dibahas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera disahkan, sehingga pengaturan kesejahteraan hakim dapat diatur dalam kerangka hukum yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Fauzan juga membeberkan fakta yang dialami para hakim di Indonesia saat ini sehingga mereka menginisiasi sebuah gerakan cuti bersama massal. Ia menyebut gaji dan tunjangan para hakim tidak memadai di tengah inflasi yang terus meningkat. Fauzan menambahkan berdasarkan data Bank Indonesia, inflasi aktual mencapai puncaknya pada beberapa tahun terakhir, sementara gaji dan tunjangan hakim tetap stagnan.
“Contohnya, harga emas yang menjadi salah satu indikator kesejahteraan telah naik dari Rp584.200 per gram pada 2012 menjadi Rp1.443.000 per gram pada September 2024,” jelasnya.
Kondisi itu diperparah dengan tunjangan kinerja hakim yang menurutnya hilang sejak 2012. Saat ini, hakim hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang sudah tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun.
“Hal ini menyebabkan penghasilan hakim jauh di bawah standar yang layak,” imbuh Fauzan.
Fauzan membeberkan ada beberapa fakta lain di lapangan seperti tunjangan kemahalan yang tidak merata; rumah dinas dan fasilitas transportasi yang tidak memadai; kurangnya keberpihakan pada hakim perempuan; hingga beban kerja yang tidak proporsional.
Laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2023 menurutnya telah mengurai jumlah hakim pada tingkat pertama sebanyak 6069 dengan beban perkara sejumlah 2.845.784 perkara dengan porsi yang berbeda-beda antara satu hakim dengan hakim lainnya.
Selain tugas pokok menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara, hakim juga memiliki tugas tambahan lain seperti pengawasan bidang dan manajemen peradilan.
“Beban kerja yang tidak proporsional dirasa sangat membebani, mengingat di setiap satuan kerja jumlah hakim tidak sama bahkan beberapa satuan kerja di Indonesia Timur saat ini hanya diisi oleh dua sampai tiga orang hakim. Krisis hakim nampak nyata di depan mata,” ujarnya.
Belum ada pernyataan dari Mahkamah Agung dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) terkait gerakan ini. Law-Investigasi masih berupaya menghubungi MA dan IKAHI.
(berbagai sumber/transaksara.com)
Penulis/Pewarta: Koko Asmara
Editor: Koko Asmara
©2024 TRANSAKSARA.COM